Jakarta
(Sinhat)--Meski sempat terkendala akan beberapa masalah (kahar),
kinerja dan penyelenggaraan haji Indonesia 2014 jauh lebih baik dari
tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh, adalah penyediaan pemondokan
yang setara dengan hotel berbintang tiga, hingga lebih tepat disebut
hotel daripada pemondokan, penyerapan kuota, tranparansi informasi yang
menempatkan Kementerian Agama berada pada urutan ke-10 dari seluruh
kementerian, dan sebagainya. Ini merupakan kesuksesan dan catatan baik
dalam sejarah perhajian.
Tentang kuota haji tahun 1435H/2014M kemarin, haji regular hanya menyisakan 9 kuota, yang terdiri dari 7 jemaah haji dan 2 Petugas Haji Daerah (TPHD) dari kuota 155.200. Ini merupakan hasil komitmen sehingga kuota haji kemarin bisa diisi secara maksimal dengan ketentuan pengisian kuota harus diisi secara adil dan transparan dan sesuai dengan nomor urut. “Kuota jamaah untuk jamaah, kuota petugas untuk petugas,” demikian penegasan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA beberapa waktu lalu.
Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tahun 1434H/2013M lalu dan saat ini masih berjalan, mengakibatkan berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf, yang sebelumnya 48.000 jemaah per jam menjadi 22.000 jemaah per jam. Dengan demikian, untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan keamanan para jamaah haji di dunia, otoritas setempat memberlakukan kebijakan pengurangan kuota haji dunia sebesar 20 %. Sehingga kuota jamaah haji Indonesia dikurangi sebanyak 42.200 jemaah atau menjadi 168.800 jemaah, terdiri dari 155.200 haji regular dan 13.600 haji khusus. Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram tersebut diperkirakan selesai pada kisaran tahun 2016/2017. Sebelum berlangsungnya renovasi dan pengembangan, Kuota haji Indonesia sebesar 211.000 yang terdiri dari 194.000 haji regular dan 17.000 haji khusus.
Suksesi tersebut menjadi hal yang dipertahankan sedangkan kekurangannya akan menjadi perbaikan kedepan. Untuk itu, persiapan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 1436H/2015M-pun sudah dilakukan untuk lebih berbenah dari hasil suksesi evaluasi penyelenggaraan haji kemarin.
Berikut petikan perbincangan kantorurusanhaji.com dengan Dirjen PH, Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA yang saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk persiapan MoU antara Menteri Agama RI dan Menteri Haji Arab Saudi yang akan ditandatangani nantinya pada medio Januari 2015M/1436H mendatang.
Ketika diberi amanah sebagai dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bagaimana Bapak merespon tugas baru ini?
Selama ini saya berada di dunia akademik, penelitian, perberdayaan zakat, wakaf dan menangani urusan agama Islam. Haji merupakan pengalaman baru, dunia yang menuntut kesungguhan dan kerja keras. Haji punya spektrum luas memberangkatkan orang dari satu negara ke negara lain lalu memulangkan orang dengan latar belakang yang hampir 40% berpendidikan dasar dengan sebab akibatnya. Artinya mereka sangat tergantung kepada kita. Apa yang dilayani dari mulai ibadah, dokumen, akomodasi, transportasi, katering dan lain sebagainya. Mungkin bagi sebagian orang urus dokumen paspor itu mudah, tetapi bagi sebagian orang lain sulit. Demikian juga soal ibadah, bagi sebagian mudah tetapi tidak bagi yang lain, dari soal miqat, model hajinya apa tamattu atau lainnya, ke Haram, Arafah, Mina, Madinah dan lainnya. Itu bagian tugas baru yang saya emban.
Bentuk perlindungan apa yang mungkin bapak berikan kepada jemaah?
Mereka dilindungi dari apa, keamanan sejak dari tanah air hingga tanah suci. Perlindungan terhadap jemaah kita persiapkan dengan berbagai cara baik ketika jemaah tersasar, ada sektor khusus untuk menangani mereka. Perlindungan dari kemungkinan tindakan kriminal kita rekrut tenaga yang kompeten pada bidangnya dari aparat keamanan.
Di mana sebenarnya kompleksitas haji ini menurut bapak?
Kompleksitas haji ini tinggi, mulai dari pemondokan, katering hingga transportasi. Maka tiga pilar ini merupakan hal penting yang memerlukan kesungguhan yang tidak bisa kita kerjakan sendiri. Terutama sekali soal pelayanan kesehatan. Jadi haji itu tidak dikatakan menjadi konsen Kementerian Agama saja. Ia harus ditopang oleh banyak kementerian dan lembaga yang relevan. Orang lanjut usia yang berisiko tinggi harus dibimbing dan dilindungi dari berbagai bahaya yang mungkin dapat merenggut nyawa mereka.
Oleh karenanya bagi saya harus mengembangkan spirit pengabdian di tengah penyelenggaran haji. Mulai dari tanah air sampai ke tanah air termasuk yang ada di sini (Red: Kantor Urusan Haji) dalam pelaksanaan siklus tahunan. Mulai dari organisasi petugas, memberikan petunjuk teknis, tenaga musiman dari para mukimin dan mahasiswa dari negara-negara sekitar.
Apa yang diperlukan oleh petugas dalam melaksanakan tugas pelayanan jemaah?
Pelayanan jemaah haji harus memerlukan konsentrasi, keikhlasan dan ketulusan bekerja. Mengurus haji harus serius dan sungguh-sungguh serta berpihak kepada jemaah. Tidak boleh menepuk dada bahwa persoalan haji sudah selesai dan tidak ada masalah. Sering kali kita menemukan masalah-masalah baru di tengah jalan. Kita dituntut untuk kerja keras dan sungguh-sungguh lalu memohon pertolongan dan petunjuk dari Allah Subhanahu Wa Ta’aala agar dimudahkan dalam segala urusan.
Terkait MoU antara Kementerian Agama dan Kementerian Saudi Arabia, apa yang sedang dipersiapkan?
Kita sedang mempersiapkan hal-hal krusial apa yang belum ditangani menjelang penandatanganan MoU antara dua Menteri Agama RI dan Menteri Haji Saudi Arabia yang menjadi dasar kebijakan seperti fasilitas pemondokan, katering dan transportasi serta lainnya.
Kita akan memasukkan beberapa input evaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun lalu seperti perbaikan pelayanan umum di Arafah dan Mina dari segi hambal dipertebal, kemah diganti dengan yang lebih bagus dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Apa poin-poin yang akan bapak sampaikan kepada wakil menteri haji Saudi dalam pertemuan nanti?
Dalam pertemuan nanti, kami akan mengajukan permohonan peningkatanan pelayanan di pemondokan Mekkah dan Madinah, perkemahan dan hambal di Arafah, fasilitas air dan layanan lainnya. Karena Arafah dan Mina melayani banyak orang lebih kurang 2 juta orang dalam satu waktu.
Terkait dengan rencana temu Otoritas Pengelola Bandara Madinah, apa yang akan bapak sampaikan?
Karena otorita ini dapat mengatur pergerakan pesawat yang datang dan pulang melalui bandara Madinah ataupun Jeddah, ini penting karena kalau pesawat-pesawat jemaah haji Indonesia yang gelombang pertama bisa terbang langsung ke Madinah dan pulang lewat Jeddah, sementara jemaah gelombang kedua yang mendarat di Jeddah dapat dipulangkan dari Madinah secara keseluruhan. Itu akan mengurangi tugas dan menjadi efisiensi kita karena tidak perlu lagi menyiapkan hotel transito di Jeddah. (ar)-haji.kemenag.go.id
Tentang kuota haji tahun 1435H/2014M kemarin, haji regular hanya menyisakan 9 kuota, yang terdiri dari 7 jemaah haji dan 2 Petugas Haji Daerah (TPHD) dari kuota 155.200. Ini merupakan hasil komitmen sehingga kuota haji kemarin bisa diisi secara maksimal dengan ketentuan pengisian kuota harus diisi secara adil dan transparan dan sesuai dengan nomor urut. “Kuota jamaah untuk jamaah, kuota petugas untuk petugas,” demikian penegasan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA beberapa waktu lalu.
Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tahun 1434H/2013M lalu dan saat ini masih berjalan, mengakibatkan berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf, yang sebelumnya 48.000 jemaah per jam menjadi 22.000 jemaah per jam. Dengan demikian, untuk menjamin keselamatan, kenyamanan, dan keamanan para jamaah haji di dunia, otoritas setempat memberlakukan kebijakan pengurangan kuota haji dunia sebesar 20 %. Sehingga kuota jamaah haji Indonesia dikurangi sebanyak 42.200 jemaah atau menjadi 168.800 jemaah, terdiri dari 155.200 haji regular dan 13.600 haji khusus. Renovasi dan pengembangan Masjidil Haram tersebut diperkirakan selesai pada kisaran tahun 2016/2017. Sebelum berlangsungnya renovasi dan pengembangan, Kuota haji Indonesia sebesar 211.000 yang terdiri dari 194.000 haji regular dan 17.000 haji khusus.
Suksesi tersebut menjadi hal yang dipertahankan sedangkan kekurangannya akan menjadi perbaikan kedepan. Untuk itu, persiapan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 1436H/2015M-pun sudah dilakukan untuk lebih berbenah dari hasil suksesi evaluasi penyelenggaraan haji kemarin.
Berikut petikan perbincangan kantorurusanhaji.com dengan Dirjen PH, Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA yang saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk persiapan MoU antara Menteri Agama RI dan Menteri Haji Arab Saudi yang akan ditandatangani nantinya pada medio Januari 2015M/1436H mendatang.
Ketika diberi amanah sebagai dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bagaimana Bapak merespon tugas baru ini?
Selama ini saya berada di dunia akademik, penelitian, perberdayaan zakat, wakaf dan menangani urusan agama Islam. Haji merupakan pengalaman baru, dunia yang menuntut kesungguhan dan kerja keras. Haji punya spektrum luas memberangkatkan orang dari satu negara ke negara lain lalu memulangkan orang dengan latar belakang yang hampir 40% berpendidikan dasar dengan sebab akibatnya. Artinya mereka sangat tergantung kepada kita. Apa yang dilayani dari mulai ibadah, dokumen, akomodasi, transportasi, katering dan lain sebagainya. Mungkin bagi sebagian orang urus dokumen paspor itu mudah, tetapi bagi sebagian orang lain sulit. Demikian juga soal ibadah, bagi sebagian mudah tetapi tidak bagi yang lain, dari soal miqat, model hajinya apa tamattu atau lainnya, ke Haram, Arafah, Mina, Madinah dan lainnya. Itu bagian tugas baru yang saya emban.
Bentuk perlindungan apa yang mungkin bapak berikan kepada jemaah?
Mereka dilindungi dari apa, keamanan sejak dari tanah air hingga tanah suci. Perlindungan terhadap jemaah kita persiapkan dengan berbagai cara baik ketika jemaah tersasar, ada sektor khusus untuk menangani mereka. Perlindungan dari kemungkinan tindakan kriminal kita rekrut tenaga yang kompeten pada bidangnya dari aparat keamanan.
Di mana sebenarnya kompleksitas haji ini menurut bapak?
Kompleksitas haji ini tinggi, mulai dari pemondokan, katering hingga transportasi. Maka tiga pilar ini merupakan hal penting yang memerlukan kesungguhan yang tidak bisa kita kerjakan sendiri. Terutama sekali soal pelayanan kesehatan. Jadi haji itu tidak dikatakan menjadi konsen Kementerian Agama saja. Ia harus ditopang oleh banyak kementerian dan lembaga yang relevan. Orang lanjut usia yang berisiko tinggi harus dibimbing dan dilindungi dari berbagai bahaya yang mungkin dapat merenggut nyawa mereka.
Oleh karenanya bagi saya harus mengembangkan spirit pengabdian di tengah penyelenggaran haji. Mulai dari tanah air sampai ke tanah air termasuk yang ada di sini (Red: Kantor Urusan Haji) dalam pelaksanaan siklus tahunan. Mulai dari organisasi petugas, memberikan petunjuk teknis, tenaga musiman dari para mukimin dan mahasiswa dari negara-negara sekitar.
Apa yang diperlukan oleh petugas dalam melaksanakan tugas pelayanan jemaah?
Pelayanan jemaah haji harus memerlukan konsentrasi, keikhlasan dan ketulusan bekerja. Mengurus haji harus serius dan sungguh-sungguh serta berpihak kepada jemaah. Tidak boleh menepuk dada bahwa persoalan haji sudah selesai dan tidak ada masalah. Sering kali kita menemukan masalah-masalah baru di tengah jalan. Kita dituntut untuk kerja keras dan sungguh-sungguh lalu memohon pertolongan dan petunjuk dari Allah Subhanahu Wa Ta’aala agar dimudahkan dalam segala urusan.
Terkait MoU antara Kementerian Agama dan Kementerian Saudi Arabia, apa yang sedang dipersiapkan?
Kita sedang mempersiapkan hal-hal krusial apa yang belum ditangani menjelang penandatanganan MoU antara dua Menteri Agama RI dan Menteri Haji Saudi Arabia yang menjadi dasar kebijakan seperti fasilitas pemondokan, katering dan transportasi serta lainnya.
Kita akan memasukkan beberapa input evaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun lalu seperti perbaikan pelayanan umum di Arafah dan Mina dari segi hambal dipertebal, kemah diganti dengan yang lebih bagus dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Apa poin-poin yang akan bapak sampaikan kepada wakil menteri haji Saudi dalam pertemuan nanti?
Dalam pertemuan nanti, kami akan mengajukan permohonan peningkatanan pelayanan di pemondokan Mekkah dan Madinah, perkemahan dan hambal di Arafah, fasilitas air dan layanan lainnya. Karena Arafah dan Mina melayani banyak orang lebih kurang 2 juta orang dalam satu waktu.
Terkait dengan rencana temu Otoritas Pengelola Bandara Madinah, apa yang akan bapak sampaikan?
Karena otorita ini dapat mengatur pergerakan pesawat yang datang dan pulang melalui bandara Madinah ataupun Jeddah, ini penting karena kalau pesawat-pesawat jemaah haji Indonesia yang gelombang pertama bisa terbang langsung ke Madinah dan pulang lewat Jeddah, sementara jemaah gelombang kedua yang mendarat di Jeddah dapat dipulangkan dari Madinah secara keseluruhan. Itu akan mengurangi tugas dan menjadi efisiensi kita karena tidak perlu lagi menyiapkan hotel transito di Jeddah. (ar)-haji.kemenag.go.id