Informasi Haji Umrah dari Sumber Terpercaya


Cepi Supriatna : Siskohat Perlu Di Tingkatkan

Manado, 22/2 (Sinhat) - Sekretaris Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Cepi Supriatna mengatakan, Sistem Informasi dan Komputer Haji Terpadu (Siskohat) perlu dievalusi secara mendalam dan ditingkatkan lagi peranannya sehingga ke depan semakin memudahkan para calon jemaah haji baikdalam proses pendaftaran maupun kepastian keberangkatan ke tanah suci.
Penegasan tersebut disampaikan Cepi Supriatna pada Rapat Teknis Informasi Terpadu bersama Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Manado, Rabu malam. Hadir pada acara tersebut Direktur Pelayanan Haji Sri Ilham Lubis, Direktur Pengelolaan Dana Haji Syariful Mahya Badar, Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Sya'ban Maulidin dan para pimpinan BPS dari seluruh Indonesia.
Cepi menyebutkan bahwa Siskohat selama 20 tahun telah banyak membantu proses penyelesaian setoran ke sejumlah bank penerima setoran. Juga mampu mengintegrasikan keakuratan data para calon jemaah haji. Kendati demikian, lanjut dia, masih perlu sistemnya dikembangkan lagi sehingga akurasi data dapat dijadikan pijakan pengambilan keputusan.
Di Kementerian Agama, struktur organisasi yang menangani Siskohat sudah diubah. Jika pada tahun lalu hanya dipimpin seorang kepala seksi, dewasa ini sudah dipimpin seorang kepala bagian. Karena itu ia berharap ke depan penanganan dan pengembangan Siskohat semakin baik.
BPS harus dijadikan sebagai mitra kerja, bukan sebagai bawahan. Sebab, pelayanan haji merupakan bagian penting dari sejumlah program di Kemenag yang harus terus menerus memperlihatkan kemajuan. Maju dalam segi pelayanan, bimbingan dan tentu dukungan teknologinya, ia menjelaskan.
"Silahkan kembangkan dengan jaringan yang ada," pinta Cepi Supriatna.
Cepi juga menjelaskan bahwa pihaknya masih menghadapi tantangan untuk menyelesaikan pengembalian dana BPIH. Pengembalian batal atau lunas BPIH belum mencapai target yang ditetapkan. Jika seseorang menarik dana atau batal menunaikan haji karena sesuatu hal, pengembaliannya masih tergolong lambat. Mata rantainya masih terlalu panjang. Seharusnya, dalam waktu 17 hari sudah selesai. Dalam praktek, masih di atas 17 hari kerja.
Idealnya, ke depan, pembatalan itu tak perlu sampai ke tingkat ibukota Provinsi. Cukup di kabupaten atau kotamadia setempat, sehingga mata rantainya tak terlalu panjang dan makan waktu lama. Untuk itu, pihaknya akan membuat regulasinya.
Amin Akkas, Kepala Bagian Sistem Informasi Terpadu mengatakan, rapat itu sendiri diikuti 119 orang dari unsur Ditjen PHU dan BPS. Pengembangan Siskohat mengalami kemajuan sedemikian rupa. Kini Siskohat online hampir rampung di 420 kabupaten/kota. Untuk Siskohat babak kedua akan melakukan ekspansi yang berorientasi pada percepatan kemudahan dalam sistem pendaftaran dan pelayanan kepada jemaah haji dalam bentuk penerapan program aplikasi e-payment.
Rapat ini, menurut Amin, sangat penting bagi proses pelayanan jemaah haji ke depan terkait dengan perbaikan dan peningkatan peran Siskohat ke depan. Karena itu, rapat yang berlangsung selama tiga hari itu, akan mendapatkan masukan dari praktisi lembaga keuangan dan teknologi informasi terpilih.
Untuk itu, peserta rapat dapat memberikan pelayanan masukan konstruktif melalui diskusi guna peningkatan percepatan mutu pelayanan kepadaa jemaah haji yang berbasis teknologi informasi, ia menjelaskan.***3***

Jantung Pelayanan Haji Ada Di Siskohat

Manado, 23/2 (Sinhat) - Sistem Informasi dan komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) kini menjadi "jantung" bagi pelayanan jemaah haji, karena seluruh proses pengolahan data untuk kepentingan pembuatan paspor, penerbangan pemberangkatan dan pemulangan, perbankan dan biodata calon jemaah haji mengacu kepadasistem komputer terpadu tersebut.
Hingga kini sistem tersebut secara bertahap mengalami penyempurnaan dan dapat digunakan sebagai "cross check" data keuangan di bank penerima setoran (BPS) dan jumlah data calon haji yang akan diberangkatan, kata Direktur Pelayanan Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Sri Ilham Lubis, di sela acara Rapat Teknis Pengembangan Siskohat dengan BPS, di Manado, Kamis (23/2).
Ia menjelaskan, sudah 20 tahun Siskohat menjadi "jantung" bagi pelayanan penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini disebabkan setiap aktivitasnya mengacu kepada data base Siskohat. Terlebih lagi sudah "online" antara Kementerian Agama (Kemenag) di pusat dengan seluruh Kantor Kemenag di seluruh provinsi, termasuk pada tingkat Kabupaten dan Kotamadia.
"Sayangnya, meski sudah online tetapi belum bisa real time. Hal ini disebabkan infrastruktur dan kemampuan jaringan yang belum baik di seluruh Indonesia," ia menjelaskan.
Meski demikian, lanjut dia, proses pelaksanaan di lapangan tak terlalu menghadapi kendala. Sebanyak 12 embarkasi bagi pemberangkatan haji sudah memanfaatkan secara penuh Siskohat. Termasuk pula dengan BPS di seluruh Indonesia.
Dengan memanfaatkan data Siskohat pula seluruh dana yang disetorkan para calon jemaah haji dapat diketahui pihak Kemenag. Hal ini sangat dimungkinkan karena setiap teroran awal, yang ditetapkan sebesar Rp25 juta, ke BPS dapat langsung disetorkan ke rekening Menteri Agama. Setelah rekening tanda setoran awal diserahkan ke kantor Kemenag terdekat, sesuai dengan domisili calon haji, maka calon haji bersangkutan sudah mendapat nomor porsi haji.
Melalui cara demikian dapat dihindari perbedaan data antara dana setoran awal dengan jumlah calon haji pada tahun yang bersangkutan. Dulu, sebelum ada Siskohat, bisa jadi calon haji yang batal berangkat dapat diganti orang lain lantaran sistemnya masih manual. Foto bisa diganti dan data bisa diubah, sehingga calon haji lain bisa tersingkir, katanya.
"Sistem switching di Siskohat, data bisa diketaahui secara real time. Kalau dahulu cuma gelondongan saja. Dan itu pun jika diminta BPS melaporkannya membutuhkan waktu lama," ia menjelaskan.
Terkait dengan penyelenggaraan Rapat Teknis Pengembangan Siskohat, Sri Ilham menjelaskan bahwa sudah saatnya momen tersebut dijadikan untuk memperbaiki sistem pelayanan. Pelayanan kepada jemaah harus lebih efisien. Prosedur pendaftaran yang terlalu panjang perlu dipangkas dan menjamin akan kepastian pemberangkatan bagi para jemaah dari tanah air ke tanah suci.
Nomor porsi yang sudah masuk ke Siskohat sebetulnya merupakan password atau identity card (kartu identitas) bagi jemaah haji. Sebab, dengan mengetahui nomor porsi tersebut, seseorang dapat dikethui kapan harus berangkat dan kembali dari menunaikan ibadah haji. Persoalannya ke depan, bagaimana jika terjadi pengembalian dana yang harus diselesaikan secara cepat.
Menurut Sri, ke depan, dana pengembalian jemaah yang disebabkan berhalangan menunaikan ibadah haji harus diselesaikan secara cepat pula. Karena itu rapat teknis Siskohat ini menekankan pada penyempurnaan Siskohat sehingga data bisa dijadikan acuan untuk pengambil keputusan, peningkatan SDM, informasi teknologi dan prosedurnya.
Aplikasi peralatan IT harus dioptimalkan. Sistem online sudah harus real time dengan seluruh mememanfaatkan grand disain yang sudah terbangun. "Tampilan Siskohat memang masih jadul (tua), tapi akurasinya harus tepat," Sri Ilham menjelaskan.***3***

Benarkah Biaya Haji Indonesia Mahal?

oleh: H Abdul Gafur Jawahir;

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dahulu dikenal dengan sebutan ONH, oleh sementara pihak sering dianggap mahal, bahkan termahal di dunia. Anggapan ini dapat dimengerti karena didasarkan atas perhitungan traveling biasa termasuk perjalanan umrah. Komponen biaya yang dihitung pada dasarnya terdapat kesamaan, yaitu tiket penerbangan PP, akomodasi, konsumsi, transportasi lokal, danbiaya operasional dan pemvisaan.
Pertanyaannya, mengapa terdapat perbedaan besaran padahal komponen dasarnya sama?
Jika diurai satu persatu, maka akan diperoleh penjelasan sebagai berikut:

1. Tiket penerbangan.
Pada sistem reguler yang diperhitungkan adalah biaya dari bandara ke bandara PP. Sedangkan pada sistem haji, perusahaan penerbangan tidak saja menghitung biaya airport to airport melainkan dari asrama embarkasi sampai kembali ke asrama debarkasi. Pola kerja operasional haji di embarkasi Tanah Air dan di embarkasi Arab Saudi yang 24 jam. mengakibatkan terjadinya pengeluaran tambahan, termasuk biaya angkutan dari asrama embarkasi/madinatul hujaj ke airport PP. Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk proses penyusunan jadwal dan penentuan slot di Arab Saudi.

2. Akomodasi.
Biaya akomodasi pada masa operasional haji secara umum diketahui bahwa relatif lebih mahal dibanding masa di luar musim haji. Di samping itu, sesuai dengan taklimatul haj (ketentuan perhajian) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi, bagi penyelenggara haji yang jumlahnya besar seperti Indonesia ini, diwajibkan juga menyewa rumah cadangan (1 persen) yang diperlukan untuk antisipasi evakuasi jika terjadi hal-hal yang di luar dugaan, seperti kebakaran. Berdasarkan kondisi bangunan perumahan di Makkah yang tidak sama dan variasi jumlah pembagian alokasi untuk setiap maktab, maka dimungkinkan terjadinya selisih distribusi pada setiap rumahnya. Biaya untuk rumah cadangan dan selisih distribusi harus disediakan, sementara pada travel yang reguler maupun umrah tidak menjadi beban.

3. Konsumsi.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pada saat operasional haji, kondisi di kota-kota perhajian penuh dengan jamaah, yang secara objektif akan berdampak terhadap penyediaan katering; terutama pada ketersediaan bahan baku, tenaga kerja professional, distribusi, dan pergudangannya. Hal ini berdampak terhadap nilai tawar pihak pengusaha katering, sehingga biaya katering haji tidak bisa sama dengan biaya katering umrah. Kondisi di Arafah dan Mina terlebih lagi menjadi lemah posisi negara-negara pengirim jemaah dengan jumlah besar, oleh karenanya pihak Muassasah kemudian mematok harga SR 300.- per orang untuk jamu (jamuan dan fasilitas) selama 3 hari di Arafah dan Mina. Bagi jamaah umrah tidak ada biaya-biaya Arafah dan Mina.

4. Transpor lokal di Arab Saudi.
Kebutuhan moda transportasi lokal pada musim haji juga sangat besar. Bahkan bagi jamaah haji negara-negara Teluk yang datang menggunakan mobil pribadi, harus pula menggunakan bus atau minibus untuk perjalanan Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kebutuhan akan kendaraan besar (bus) yang sangat banyak itu, hanya terjadi pada saat operasional haji. Pada hari-hari berikutnya bus-bus tersebut kemudian dikandangkan untuk musim haji tahun yang akan datang. Investasi yang besar terhadap penyediaan bus dan pengelolaan bus di luar masa operasional haji, berdampak terhadap harga sewa bus. Sedangkan pada masa umrah harga sewa bus lebih rendah, karena kesediaan bus sangat mencukupi.

5. Biaya operasional dan pemvisaan.
Pelayanan yang sifatnya massal memang membutuhkan biaya ekstra. Apalagi kegiatan pelayanan haji sangat dibatasi waktunya, sehingga bekerja 24 jam setiap harinya. Kondisi ini jelas menuntut biaya tambahan operasional, terlebih lagi profil jamaah haji yang sebagian besar berpendidikan menengah ke bawah, kaum ibu-ibu, dan umur rata-rata di atas 50 tahun, menuntut pelayanan yang lebih besar yang memerlukan tenaga/petugas haji yang banyak. Kebutuhan pelayanan yang demikian itu, tidak saja semasa di Tanah Air, tetapi juga semasa di Arab Saudi, dan semasa dalam perjalanan.

Sedangkan biaya pemvisaan pada traveling biasa maupun umrah, hanya dihitung untuk mengurus visa di Kedubes Arab Saudi. Biaya pembuatan paspor dan mengantar paspor ke Jakarta menjadi beban yang bersangkutan. Pada kegiatan haji, biaya pemvisaan sudah mencakup pengadaan paspor, penelitian dan scaning, proses bolak-balik dari daerah ke provinsi, kemudian ke Pusat, serta distribusi kembali ke embarkasi. Kegiatan penyelesaian pemvisaan ini hampir setiap harinya dilakukan secara lembur baik di Kedubes Arab Saudi maupun di Departemen Agama. Sistem pemvisaan ini meringankan jamaah haji, karena jamaah haji di mana pun tempatnya, termasuk di pelosok jauh di sana tidak perlu harus pergi ke provinsi maupun ke Jakarta untuk mengurus paspor dan visanya.

Di samping adanya karakteristik pada pelayanan haji, kemahalan terjadi karena adanya dana titipan jemaah yang dikenal dengan sebutan ‘Living Cost’ sebesar 400 dolar AS atau SAR 1,500. Living cost tersebut dikembalikan kepada jamaah di pelabuhan embarkasi pada saat akan berangkat ke Arab Saudi.

Model living cost ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat direkomendasikan untuk tetap dipertahankan, karena sebagian besar jamaah haji terutama dari pedesaan mereka membayar BPIH atas dasar menabung, yang setelah dananya cukup sebesar BPIH dibayarkan untuk pergi haji, dengan pengertian seluruh kegiatan perhajian di Arab Saudi telah tertutupi dengan BPIH dimaksud. (sumber:jurnalhaji.com)

Pemerintah Harus Pegang Penyelenggaraan Haji

Jakarta, (Sinhat) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD SH mengatakan penyelenggaraan dan pelaksanaan ibadah haji harus tetap dipegang oleh pemerintah, karena jika diswastakan akan berdampak luas.
Kondisi itu juga berpotensi kalangan umat Muslim dengan ekonomi terbatas -- yang rajin menabung dengan susah payah -- bakal takbisa menunaikan ibadah haji.
Hal itu adalah tanggung jawab pemerintah. Pemerintah lah yang harus
melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji. Jika ada kelemahan sistem,
itu yang harus diperbaiki, bukan dikomersialkan urusan ibadah haji itu
karena melibatkan umat Muslim yang demikian banyak, kata Mahfud MD
dalam seminar menyambut Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama di
Jakarta, Rabu. Seminar tersebut bertemakan "Memperteguh Komitmen
Kementerian Agama dalam Mewujudkan Kepemerintahan yang Baik dan Bersih".
Hadir selain Menteri Agama Suryadharma Ali, juga Wakil Menteri Agama Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA, Ketua KPK Dr. Busyro Muqoddas SH.M. Hum, Prof. Dr. Ryaas Rasyid MA dan Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar.
Daftar tunggu pergi haji saja sampai kini sudah mencapai hampir 12
tahun. Belum lagi kemampuan memberangkatkan, yang diperkirakan maksimal 221 ribu orang setiap tahun.
Ia menegaskan pelayanan penyelenggaraan haji adalah tugas negara. Jika dilakukan swasta, tentu hanya yang kaya saja dapat menunaikan ibadah haji. Tugas negara selain melindungi rakyat juga memberikan pelayanan di dalamnya, termasuk seluruh kebutuhan di dalamnya. Jika ada yang merasa kecewa terhadap penyelenggaraan ibadah haji, jangan lantas
mengalihkan ke swasta."Ini harus mati-matian dipertahankan," ia menegaskan.
Sementara itu, di tempat terpisah, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, sampai saat ini pihak yang menginginkan agar haji dikelola pihak swasta sudah terdengar, termasuk menjadikan haji dikelola oleh suatu badan khusus di bawah presiden dan terlepas dari Kementerian Agama.
Pihak Kementerian Agama belum melihat keunggulan jika haji dikelola oleh badan khusus itu. "Tak ada keunggulan dari rencana itu," ia menegaskan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji
(FK KBIH) menolak penyelenggaraan ibadah haji dikelola swasta atau pun
dalam bentuk badan, karena selain dapat menjurus ke arah komersialisasi
juga berujung pada kerugian umat Muslim secara keseluruhan.
Karena itu, FK KBIH menolak usul atau pun gagasan dari Pengurus Besar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dan kelompok lain untuk mengubah penyelenggaraan ibadah haji yang selama ini dipegang Kementerian Agama, kata Ketua Umum FK KBIH Drs. KH Muchtar Ilyas dan Sekjennya Drs. H. Rahmat E Sulaeman MM. Sebelum kedua tokoh itu menghadap Menteri Agama Suryadharma Ali di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Ketika menjawab pertanyaan apakah Ketua Umum IPHI Drs. H. Kurndi Mustofa sudah menyerahkan draf perbaikan UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, Muchtar Ilyas menyatakan bahwa semua orang bisa saja mengajukan rancangan kepada dewan karena hal itu merupakan hak. Namun pihaknya tidak setuju jika pada draf tersebut mengubah penyelenggaraan ibadah haji dan umroh diserahkan ke swasta atau pun dalam bentuk badan lain.
Alasannya, menurut Muchtar Ilyas, selain bakal menimbulkan biaya tinggi juga bisa menimbulkan kekacauan dan kekecewaan bagi calon haji. Bisa dibayangkan penyelenggaraan ibadah haji yang dari tahun ke tahun mengalami perbaikan secara tiba-tiba diubah. Hal itu bakal menimbulkan kekacauan mengingat umat Muslim yang menunaikan ibadah haji terus bertambah jumlahnya.
Sementara itu mantan menteri agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan penyelenggaraan ibadah haji adalah persoalan nasional. Sebabnya ialah itu menyangkut nasib para jamaah haji khusus dan bangsa Indonesia umumnya.
Mencampakkan UU No.13/2008 tentang badan penyelenggaraan ibadah haji dan umroh yang dianggap oleh Ketua Umum IPHI sebagai penyebab kegagalan penyelenggaraan haji dan umroh selama
ini adalah tidak benar. Itu menunjukkan Ketua Umum IPHI "tak mengetahui
perkembangan penyelenggaraann haji dan umroh selama ini", ia menjelaskan. Dikatakannya,UU No.13/2008 adalah penyempurnaan UU No.17/1999 --yang dianggap kurang berbobot. Semestinya kalau UU No.13/2008 dianggap kurang berbobot pula, maka UU tersebut perlu disempurnakan, bukan dicampakkan.
"Bagi saya, akar masalahnya bukan pada UU. Tapi pada manusianya. Jujur saja, bisakah saudara menunjukkan satu saja UU kita yang sepenuhnya kita taati?" tanya Maftuh.

Oleh Oleh Haji & Umrah

Pengunjung Blog